Mengenal Teknology SOSROBAHU Untuk Membangun Jalan Layang
Membangun jalan layang diatas jalan yang kapasitasnya padat memang sangat sulit. Ada beberapa kendala yang akan dihadapi oleh konstruktor. Kalau jalan dibawahnya ditutup sementara, pasti kapasitas kendaraan akan menumpuk di lokasi lain dengan kemacetan yang sangat parah. Kalau tidak ditutup, pembangunan pasti akan sulit, sekaligus membahayakan pengguna jalan dibawahnya.
Tahun 1980-an, Jakarta memang tidak sepadat saat ini. Namun pada tahun-tahun itu, Jakarta sudah dikategorikan padat. Oleh sebab itu, pemerintah melakukan solusi dengan membangun jalan layang. Menunjuk PT Hutama Karya sebagai konstruktor, pemerintah berencana membangun jalan layang diatas jalan by pass Ahmad Yani, dengan syarat: jalan Ahmad Yani tersebut harus tetap berfungsi! (Tanpa ada penutupan jalan)
Persoalan rumit diuraikan dalam diskusi. Penyangga badan jalan adalah tiang beton berjarak satu sama lain sejauh 30 meter. Diatasnya membentang lengan beton sepanjang 22 meter yang ditopang oleh kolom vertikal (pier shaft) segi enam dengan diameter 4 meter. Kendalanya adalah, bagaimana mengecor lengannya (pier head). Kalau menggunakan cara konvensional dengan memasang penyangga (bekesting) dibawah lengan beton, tentu akan mengganggu lalu lintas dibawahnya. Cara lain dengan bekesting gantung, membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Di tengah dilema tersebut, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan gagasan dengan membangun tiangnya dulu dan kemudian mengecor lengannya dalam posisi sejajar dengan jalur hijau, setelah itu diputar membentuk bahu. Hanya saja kendalanya adalah bagaimana cara memutarnya karena lengan beton itu nantinya seberat 480 ton…!!!
Inspirasi Muncul dari Dongkrak Mobil
Saat Tjokorda memperbaiki mobilnya, dia memasang dongkrak di hidung mobilnya sehingga mobil bertumpu pada dongkrak di depan dan ban mobil di belakang. Saat itu, tepat di bawah ban belakang, lantai licin karena ketumpahan oli. Saat badan mobil tersentuh, mobil berputar dengan menumpu pada dongkrak (karena ban belakang licin berkat oli). Melihat kejadian ini, Tjokorda menyadari satu hal. Dengan meniadakan gaya gesek, benda apapun akan mudah bergeser.
Kejadian tadi memberikan inspirasi bahwa pompa hidrolik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut mudah digeser.
Kemudian Tjokorda membuat berbagai eksperimen. Intinya, dia merancang sebuah sistem mirip seperti dongkrak hidrolik. Namun, zat cair yang akan digunakan dalam dongkraknya adalah minyak pelumas. Selain memiliki tekanan yang baik, oli pelumas juga mengurangi gesekan. Dengan kata lain, minyak pelumas akan berperan mengangkat lengan beton (sebagai dongkrak hidrolik), serta memutarnya (sebagai pelumas, mengurangi gesekan).
Setelah semua selesai, Tjokorda mengerjakan rancangan finalnya yakni sebuah landasan putar untuk lengan beton yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LBPH). Bentuknya dua piringan (cakram) besi bergaris tengah 80 cm yang saling menangkup. Meski tebalnya 5 cm, piring dari besi cor FCD-50 itu mampu menahan beban 625 ton.
Ke dalam ruang di antara kedua piringan itu dipompakan minyak oli. Sebuah seal (penutup) karet menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak tak terdorong keluar, meski dalam tekanan tinggi. Lewat pipa kecil, minyak dalam tangkupan piring itu dihubungkan dengan sebuah pompoa hidrolik. Sistem hidrolik itu mampu mengangkat beban beban ketika diberikan tekanan 78 kg/cm2. Angka ini sebenarnya angka misteri bagi Tjokorda saat itu (angka ghaib; Tjokorda tidak melakukan penghitungan sebelumnya, :))
Uji Coba di Lapangan
Pada tanggal 27 Juli 1988 pukul 10 malam, pompa hidrolik dioperasikan hingga titik tekan 78 kg/cm2. Lengan pier head itu, meskipun bekesting-nya telah dilepas, mengambang di atas atap pier shaft lalu dengan dorongan ringan sedikit saja, lengan beton raksasa itu berputar 90 derajat.
Ketika pier shaft itu sudah dalam posisi sempurna, secara perlahan minyak dipompa keluar dan lengan beton itumerapat ke tiangnya. Sistem LPBH itu dimatikan sehingga perlu alat berat untuk menggesernya. Namun demikian karena khawatir kontruksi itu bergeser, Tjokorda memancang delapan batang besi berdiameter 3,6 cm untuk memaku pier head ke pier shaft lewat lubang yang telah disiapkan. Kemudian satu demi satu alat LBPH itu diterapkan pada kontruksi beton lengan jembatan layang yang lainnya.
Alur kerja pembangunan tiang penyangga jalan layang:
- Membangun tiang beton.
- Membangun lengan beton sejajar jalan raya. Karena, jalan tidak boleh terganggu.
- Memutar lengan beton dengan metode Tjokorda, menggunakan sistem hidrolik rancangannya.
Hak Paten Penemuan Teknik Sosrobahu
Pada pemasangan ke-85, awal November 1989, Presiden Soeharto ikut menyaksikannya dan memberi nama teknologi itu Sosrobahu yang diambil dari nama tokoh cerita sisipan Mahabharata. Sejak itu LBPH tersebut dikenal sebagai Teknologi Sosrobahu.
Temuan Tjokorda digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Mereka bahkan patuh pada tekanan minyak 78 kg/cm2 yang menurut Tjokorda adalah misteri ketika menemukan alat LBPH Sosrobahu itu. Tjokorda kemudian membangun laboratorium sendiri dan melakukan penelitian dan hasilnya berupa perhitungan susulan dengan angka teknis tekanan 78,05 kg/cm2, nyaris persis sama dengan angka wangsit yang diperolehnya sebelum itu.
Hak paten yang diterima adalah dari pemerintah Jepang, Malaysia, Filipina. Dari Indonesia, Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek mengeluarkan patennya pada tahun 1995 sedangkan Jepang memberinya pada tahun 1992. Saat ini teknologi Sosrobahu sudah diekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan adalah buah karya teknik ciptaan Tjokorda. Di Filipina teknologi Sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan. Sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Saat teknologi Sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, "Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN". Sementara Korea Selatan masih bersikeras ingin membeli hak patennya.
Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi pertama memakai angker (jangkar) baja yang disusupkan ke beton, versi keduanya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun (1 abad).
Menurut Dr. Drajat Hoedajanto pakar struktur dari Institut Teknologi Bandung, Sosrobahu pada dasarnya hanya metode sangat sederhana untuk pelaksanaannya (memutar bahu lengan beton jalan layang). Sistem ini cocok dipakai pada elevated toll road (jalan tol layang dalam kota) yang biasanya mengalami kendala lalu lintas dibawahnya yang pada. Sosrobahu terbukti bermanfaat dalam proses pembangunan jalan layang, sangat aplikatif, teruji baik teknis dan ekonomis.
sumber:http://www.infobangunan.com/component/content/article/69-umum/212-teknik-sosrobahu-untuk-membangun-jalan-layang.html?directory=88
0 comments:
Posting Komentar